Serena, nama gadis itu, memiliki seorang ayah yang dipenjara seumur hidup karena terbukti membunuh istrinya sendiri, tentunya ibu dari Serena. Tetapi sekarang, hanya jantung sang ayah yang bisa memberi harapan pada Serena untuk tetap hidup. Yang menjadi kendala adalah masalah hukum. Hukum negara bagian dimana mereka tinggal tidak mengijinkan hal-hal semacam suntik mati, dll, apalagi "membunuh" seorang manusia untuk menyelamatkan manusia lainnya.
Pengacara Serena (dari badan hukum di mana Ally bekerja) mengajukan argumen:
Sederhana saja.
Si ayah tidak memiliki masa depan.
Dia akan menghabiskan seluruh hidupnya di penjara.
Dia rela memberikan jantungnya kepada anaknya.
Si anak masih remaja. Masa depannya masih panjang.
Jadi, biarkan Serena hidup dengan jantung ayahnya....
Ini bukan pembunuhan. Ini adalah masalah seorang ayah ingin menolong anaknya.
Pengacara negara menolak hal tersebut. Kalau satu diijinkan, nanti semua narapidana di penjara berbondong-bondong menjadi donor organ tubuh untuk si anu dan si anu, dengan harapan mereka bisa luput dari hukuman atas kejahatan mereka, dengan harapan mereka bisa menjadi pahlawan kesiangan!
Lagipula, siapakah kita sehingga kita berpikir bisa menentukan hidup siapa yang lebih berharga? Jadi, dilihat dari sisi manapun, ini adalah pembunuhan. Dan ini besar efeknya pada masa depan hukum.
Hakim bingung. Sidang pendahuluan ditunda. Penonton penasaran. Adegan berikut menunjukkan wajah Serena dan pengacaranya yang sedih dan kebingunan.
Si ayah melarikan diri dalam perjalanan menuju pengadilan lanjutan. Semua menduga hal ini sudah direncanakan sebelumnya. Serena sedih dan sakit hati.
"Dia adalah pembunuh ibuku! Alangkah tololnya aku, mau percaya bahwa ia bersedia menolong aku untuk tetap hidup..."
Pengacara terdiam. Tidak tahu harus berkomentar apa. Tiba-tiba hand-phone si pengacara berbunyi dari rumah sakit.
Ayah Serena pergi ke rumah sakit dan menyodorkan kartu donor-nya, dan kemudian, menembak dirinya sendiri dengan pistol. Tidak ingin mengambil resiko kalah di pengadilan, si ayah memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri. Rumah sakit mendesak Serena untuk segera datang agar operasi bisa segera dilakukan. Jantung ayahnya menunggu, dan tidak bisa menunggu lama.
Di atas ranjang operasi, Serena ragu-ragu. Rasa bersalah menyelimutinya.
"Haruskah aku melakukan ini?" Tanyanya pada semua yang hadir di ruangan.
"Ini jantung ayahku... dan ia menembak mati dirinya sendiri...."
Semua buru-buru menasehatinya.
"Jangan membuat pengorbanannya sia-sia."
"Kalian kan sudah sepakat dari awal. Hanya saja kita tidak menduga caranya akan seperti ini..."
Tapi ada satu kalimat yang membuat Serena akhirnya mau dioperasi.
"Serena, your father faced death... so you won't have to."
("Serena, ayahmu memilih untuk menghadapi kematian agar kamu tidak perlu mati")
gwe nangis bukan hanya karena episode tersebut begitu mengharukan, tetapi karena gwe sadar bahwa jantung gwe hari ini masih berdetak, semata-mata karena ada Satu yang menghadapi maut agar gwe gak perlu mati karena dosa-dosa yang gwe buat. Namanya adalah Yesus.
"Aku dan Bapa adalah satu," begitulah pernyataan Yesus selama pelayanan-Nya di bumi, dan saya begitu bahagia karena saya bisa berkata pada diri sendiri: "your Father faced death... so you won't have to.", dan saya kira adalah kewajiban kita untuk memberitahukan mereka yang belum tahu akan hal ini.
"Hey, do you not know? Your Father faced death, so you won't have to..!"
("Hey, Tahukah kamu? Bapa-mu menghadapi maut, supaya kamu boleh tetap hidup!")
"Karena begitu besar kasih Bapa akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yoh 3:16)
"Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1Kor.15:58)
0 komentar:
Posting Komentar
thank you for your comment :)